saya copy dari bro aji yang ride repot langsung ke sentul kemarin.. selamat membaca dan berkomentar dengan bijak.
“”Posisi sembilan Om”, kata penulis yang berdiri di samping Om Sam (punggawa B&S) sambil menyaksikan balapan. ”He he, bulan depan kita bikin nomor empat”, jawab Om Sam yang dibarengi senyum optimismenya. Putra Om Sam, Ridwan Syah alias Mas Wawan pun punya optimisme yang sama, ”Intinya Thunder 250 masih ngelawan, kan enak bikin geger Ninja 250”.”Meski kalah di atas kertas, Thunder 250 berupaya melawan Ninja 250 di Sentul. Mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Sambil jongkok, Dani (Wartawan majalah BikeArt) menyinggung, “Wuih Brembo nih”. Di sekitar Thunder 250 Biru miliki Sapto, anak-anak Ride From Hell (RFH), beberapa anggota JTC dan B&S berkumpul. Selepas putaran pertama balapan hari itu, Ronggo (Bejo) joki T250 biru dari RFH Bandung duduk santai mengobrol dengan teman-temannya. Angga Gendut, salah satu JTC tampak mulai terkantuk di sebelahnya.
Maklum menunggu ijin masuk sirkuti lagi di Sentul agak membosankan. Satu jam jatah untuk motor, satu jam untuk mobil. Nah, saat itu, sedang jatahnya mobil.
Bincang-bincang pun terjadi antara Dani dengan yang lainnya di salah satu pojok paddock Sirkuit Internasional Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/02/2009). Dani sengaja mengorek informasi dari Bejo, untuk keperluan liputannya. “Bagaimana tadi mas?”, tanya Dani.
Bejo pun berkisah pendek, dengan logat sunda yang santun. ”Belum menguasai racing line”, jawabnya. Terungkap dari mulut Bejo, power T250 biru lumayan dahsyat, hanya perpindahan gigi terasa masih belum spontan. “Gak bisa ngeeng ngeeng ngeeeng, gitu”. Diskusi pun terjadi dari kemungkinan kopling hidrolik mofifikasi T250 biru yang belum sempurna hingga setelan karburator. Namun, bisa disimpulkan masalah Bejo sebenarnya belum menguasai sirkuit itu dan pastinya belum fasih juga dengan motor Sapto hasil risetan B&S.
Kombinasi Gir Aneh
Dalam beberapa forum dan milis T250 di internet beberapa bulan lalu sempat diperdebatkan soal penggunaan gir belakang kecil untuk motor berbobot kosong 145 kg itu. Pasalnya, Edi JTC sudah mengaplikasikannya dan melesat saat turing JTC ke Lembang.
Penggunaan gir kecil diterapkan lagi oleh B&S, Minggu kemarin. Depan 16, belakang 35. Pagi harinya, gir belakang yang dipakai adalah 38. Bejo yang mengetesnya sempat mengeluh kurang masih loyo di putaran atas. Maka sebelum turun ke sirkuit, gir belakang diganti dulu. Plus tuas perseneling disetel ulang agar pas dengan kaki jokki bertubuh pendek ini.
Dani pun sempat membahas soal gir ini, malah ia tercengang sambil membandingkan dengan gir belakang Ninja 250 yang lebih besar dari gir belakang standar T250. ”Gigi Cuma lima, tapi galak, berarti powernya gede”, simpul Dani. Masuk logika sebenarnya. Ninja 250 memiliki 6 kecepatan dengan rasio gir rapat. Inilah makanya engine break Ninja 250 lebih sulit tercapai ketimbang T250. ”Perlu turun sampai 2-3 gigi untuk engine break”, simpul Dani yang tahunan malang melintang di dunia jurnalistik otomotif ini.
Sapto pun urun pendapat, memang mestinya berat dengan kombinasi gir seperti yang dipasang hari itu. Tapi anehnya, baik di race 1 maupun 2, Bejo mampu menyodok di start dan tikungan dengan mudah. Artinya, putaran bawah punya tenaga lebih besar daripada Ninja 250, bahkan dengan gir belakang kecil sekalipun. ”Apalagi kalo dibandingin, dia kan DOHC, dua karbu, jauh sebenarnya”, tambah Sapto seusai race 2.
Maksimal 140 Kpj
Di race 1 Bejo mengeluh jarum spidonya mentok di 140 kpj. Angga gendut yang juga turun dengan T250 merahnya mengaku hanya dapat 135. Sedangkan Edi dengan T250 hitam dan trondol abis, tidak tahu lari berapa karena spido dicopot. ”Sayang ah kalau jatuh”, tukas salah satu joki tercepat di JTC ini.
Sapto berkomentar, mentok di angka itu kemungkinan karena modifikasi kaki-kaki yang belum sempurna. Velg depan T250 biru velg depannya sudah bukan standar, jadi kemungkinan ada masalah dengan rumah gir spido di tromol depan. Analisa ini tidak datang tiba-tiba, menurut pengakuan Sapto, ketika mengawal Tour d Indonesia, akhir 2008 lalu, pas ngebut di Pantura, motornya memang mentok di angka 140 kpj. ”Saya kendorin gas, terus betot lagi, kok tetap di situ angkanya”, kisah Sapto. Padahal ia merasa kecepatan terus bertambah.
Cuma Perlu Ganti CDI dan Knalpot
Pria muda berkacamata bernama Abi ramah menyapa anak-anaka T250. Ya dialah penyelenggara acara hari itu. Sambil mengobrol, Abi yang anak Ninja 250 itu berkisah, rata-rata top speed Ninja 250 standar adalah 160 kpj. Kalau sudah ganti CDI dan knalpot menjadi racing bisa dapat 180 kpj. Biasanya, “Untuk “nyentul” ini, anak-anak ganti CDI sama knalpot”, terang Abi.
Setali tiga uang dengan Abi, Dani pun berpendapat, rata-rata top speed motor 250 cc memang 160-an kpj. ”Bandit 400 (Suzuki GSF 400–red) saja mentok 180, Cuma naiknya akselerasi lebih cepat dari yang 250”, info Dani.
GSX 750 Sampai Motor Ojek
Motor T250 yang turun hari itu adalah motor Pak Edi JTC, motor Angga Gendut, motor Sapto, dan motor Pak Saringudin JTC. Sayang yang ikut penuh di race kedua hanya motor Sapto. Pak Edi sudah membenahi motornya ketika race kedua dibuka, Angga telat masuk, dan Pak Saringudin berhenti di tengah jalan.
Di antara empat motor tersebut yang eksentrik adalah motornya Pak Saringudin dan Edi. Oleh Abi, motor Pak Sarigudin sempat dikira Suzuki GSX 750. Malah dia sempat menunjukkan raut wajah jiper takut dilibas GSX750. Tapi setelah dilihat teliti, ia hanya tersenyum,”Bagus-bagus modifnya”, komentarnya. Ia lalu mengisahkan, di Ninja 250 hari itu ada yang turun pakai Kawasaki Ninja 500 cc, tapi pakai body Ninja 250.
Motor Pak Edi juga eksentrik. Trondol, oli meler kemana-mana, tampilan standar, suara mesin berisik. ”Gw taruh kaleng pilox di mesinnya”, jawab Koh Aji, mekanik senior JTC yang bengkelnya menjadi sekretariat klub Thunder 250 tertua di Indonesia ini. Pak Edi memang kerap memercayakan motornya di bengkel Koh Aji di kawasan Jelambar Jakbar.
Oleh owner-nya sendiri, motor ini malah disebut ’motor ojek’. Kelakar pun bertebaran di Sentul hari itu. Yang soal ”ojek race”, kaleng pilox, hingga kemungkinan menjahati penunggang Ninja 250 dengan menjatuhkan oli yang meler-meler di sekujur mesin motor Pak Edi ketika race. Meski bertampang ojekers , ketika penulis mengetesnya, ”gruuungg”. Akselerasinya cepat sekali, tenaga berasa penuh, handling juga terasa stabil. Dan ketika race pertama bisa dibuktikan, motor Pak Edi mengasapi beberapa Ninja 250. Padahal, tak ada persiapan berarti dilakukan Pak Edi dan Koh Aji. “Modal Rp100 ribu untuk beli oli doang. Abis mendadak, tadi pagi gua ditelepon suruh ikut”, terang Pak Edi. Anyway, salut untuk Pak Edi dan Koh Aji tetap tampil memukau meski tanpa persiapan.
BT92 Licin
Race kedua dilaksanakan di bawah rintik hujan selepas hujan deras. Jelas, landas pacu basah. Ini lantas membuat grip ban belakang T250 biru tidak sekuat yang depan. Ini diakui Bejo sang joki selesai race. Ban depan terasa lebih ’megang’ ke aspal ketimbang yang kedua. Konsentrasi pun kerap pecah, makanya ia mengaku tidak maksimal di race kedua hari itu.
Apa sih ban belakangnya Bejo? Bridgestone Battlax BT92, sedangkan depannya yang BT90. Abi yang anak Ninja 250 pun mengomentari, memang BT92 licin kalau race. Kalau di jalan raya sih, bisa saja orang bilangnya megang aspal ketika jalanan basah, kan larinya juga tak sekencang di sirkuit.
Ban lain yang licin di sirkuit kemarin adalah BT 014 yang melingkari roda belakang ”GSX750” Pak Saringudin. Abi menyaksikan sendiri betapa motor Pak Saringudin, ’goyang inul’ di landas pacu. Pak Saringudin tidak menampik, ban belakangnya memang berkarakter kering.
Dan Hasilnya…
Di race pertama, sekitar 20-an Ninja 250 nyemplung ke sirkuit tak beraturan, tak ada start awal bareng. Biasa, ini memang untuk mengetes-ngetes saja. Tapi ketika race kedua, anak-anak Ninja 250 mengundang anak-anak Thunder untuk start bareng. Bejo pun masuk sirkuit.
Ketika bendera dinaikkan, motor bejo yang berada di posisi tengah melesak ke depan, menyodok 4-5 Ninja 250. Cepat sekali, sayang tikungan keburu menjelang.
Di lap pertama, Bejo terlihat di tengah. Sayang penulis tidak sempat menghitung dia di urutan ke berapa. Di lap kedua, sambil memegang kertas, penulis berhasil menghitung posisi Bejo, urutan 10 dari 23 Ninja 250. Di lap ketiga, Bejo naik ke posisi 9. Total catatan best lap Bejo adalah 2 menit 2.41 detik.
”Posisi sembilan Om”, kata penulis yang berdiri di samping Om Sam (punggawa B&S) sambil menyaksikan balapan. ”He he, bulan depan kita bikin nomor empat”, jawab Om Sam yang dibarengi senyum optimismenya. Putra Om Sam, Ridwan Syah alias Mas Wawan pun punya optimisme yang sama, ”Intinya Thunder 250 masih ngelawan, kan enak bikin geger Ninja 250”.
All Race 250cc
Bob Megilvary, sponsor turunnya T250 di ajang ini mengumumkan. Pihak Ninja 250 berencana menggelar All Race 250 cc tanggal 28 Februari 2009. “Pasarnya sudah banyak, yang turun banyak, tapi event resminya belum ada”, terang lelaki yang sering disapa Megil ini.
Event hari Minggu kemaren bukanlah ajang resmi. Ibarat kata, masih balap setengah liar. Tempatnya sudah benar yaitu di sirkuit, bukan di jalan raya, tapi peraturannya belum ada. Karena itu All Race 250 cc akan diadakan untuk merintis ke balapan resmi kelas 250 cc di Indonesia. Dengan All Race, otomatis peraturan akan dibuat dan dibakukan.
Dan, JTC atau Thunder 250 apapun komunitasnya diundang sebagai peserta All Race tersebut. Karena undangan, tersedia satu ’kursi’ untuk T250. Sementara peserta lainnya harus mendaftar ke panitia yang tak lain Abi anak Ninja 250 tadi.
DOHC pada Thunder 250?
Bejo, sang Joki T250 biru ditabik oleh anak-anak T250 yang hadir hari itu untuk menjadi joki di All Race 250 cc. ”Saya tidak yakin bisa menang, maaf pisan”, jawab Bejo. Sayang, kemarin Bejo belum memberikan kepastian bersedia atau tidak.
Padahal, menurut Megil, motor yang dipakai belum tentu T250 biru milik Sapto. Lalu, motor apa? Dengar-dengar B&S tengah meriset penerapan teknologi double over head camshaft (DOHC) pada mesin T250 yang aslinya single over head camshaft (SOHC).
Mungkinkah? Kalau membaca media-media otomotif, sudah banyak diberitakan motor Honda CB 100 mengaplikasi blok dan kepala silinder Suzuki Satria FU. Awalnya seperti tidak mungkin, tapi kejadian juga. Ini juga yang tampaknya sedang dilakukan B&S, mencoba mendobrak ketidakmungkinan DOHC pada mesin jadul T250. Salute untuk bengkel di kawasan Beji, Depok, Jawa Barat ini.
Spek T250 Biru
Dari Edi JTC, spesifikasi T250 Biru tunggangan Bejo adalah:
“Piston OS 300 jadi CC cuma naik 270 cc semua std dari per klep sampe per kopling sama koplingya std cdi juga std cuma main di coil pake nology cuma kita bisa operk mobil drg, rally, retro, sama offrod,touring jadi kita terapin sistem kerja mesin mobil di mtr Thunder 250 dan mesin tunder sama persisi dgn sisitem mobil. kalau ngak salah Ninja 250 R yg udah dibedah B&S punya anak bandung dan kelemahan NINJA 250 di power bawah nah itu yg kita manfaatin dah kalau Thunder 250 power bawahnya emang gila dari sononya tapi kita akan bikin Thunder DOHC singel Silinder bro tunggu aja dan udah ada CDI dan Coil MSD khusus thunder 250 yg didtg lgs dari USA”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar